Rabu, 09 Februari 2011

CINTA YANG SALAH


Jatuh cinta.

Aku menikmati perasaan itu. Perasaan berdebar-debar setiap kali berada di dekatmu. Ya, seperti saat ini. Saat tembok di antara kita sepertinya sudah tak ada.

Senyummu mengembang. Begitu mempesona. Rambut ikal panjangmu berkibar ditiup angin pantai. Cantik . Dan sebuah perasaan itu mendorongku untuk tersenyum melihat makhluk ciptaan tuhan di hadapanku. Kamu.

Ya. Kamu.

"Kenapa?" Senyummu mengembang untuk yang kesekian kalinya. Memancarkan rona merah di kedua pipimu. Berpadu dengan warna jingga yang membentang di atas langit. Indah. Sepertinya lebih dari itu.
Aku menggeleng, Kemudian mengangkat kamera digital di tanganku. Mengambil beberapa gambar tentang dirimu.


*****


Jatuh cinta.

Aku tak pernah berpikir untuk merasakan hal itu kepadamu. Bahkan seharusnya aku tak boleh merasakan perasaan itu kepadamu. Tapi entah, aku menikmati perasaan itu. Menikmati jutaan rasa bahagia yang hadir saat bersamamu. Dan menikmati ribuan rasa amarah saat melihatmu dengan orang lain.

"Eh, foto bareng yuk. Mumpung lagi bagus nih." Kamu menarik tanganku untuk mendekat dan mengambil alih kamera digital di tanganku.

Aku terdiam. Kaget adalah reaksi pertama yang terluncur dari dalam diriku. Meskipun adegan ini sudah cukup sering kita lakukan. Tapi kali ini aku tak bisa menyembunyikan perasaan itu. Perasaan berdebar-debar bercampur rasa senang yang luar biasa yang berkecamuk dalam dada.

Aku tersenyum. Menyembunyikan jutaan rasa yang membuncah. Berusaha bersikap biasa saja, kemudian merangkulmu mesrah. Mendekatkan pipimu dengan pipiku sehinggah tulang pipi kita saling bertabrakan.


*****




Jatuh cinta.

Aku tak bisa menolaknya. Perasaan itu hadir dengan tiba-tiba. Seperti sebuah virus, penyebarannya pun begitu cepat.
 

Perasaan itu membuatku berpikir bahwa kamu pun mempunyai perasaan yang sama terhadapku. Tapi kenyataan selalu berkata lain. Ia menampakkan berbagai hal penolakan.
 

"Halo.." Kamu berjalan menjauh dengan telepon genggam tertempel di telingamu. Wajahmu terlihat begitu sumringah.

"..."

"Di pantai sama..." Suara pelanmu masih bisa terjangkau oleh indra pendengaranku walaupun cuma sekelumit.
Kamu berjalan ke arahku setelah 5 menit menjauh.


****




Jatuh cinta.

Untuk yang kesekian kalinya aku berusaha menolak perasaan itu. Berusaha untuk sadar bahwa aku tak sepantasnya memiliki perasaan ini. Tapi, semakin aku berusaha untuk sadar, aku semakin tenggelam dalam ketidaksadaran. Semakin terjerumus dalam pusaran perasaan yang membuatku hampir gila.

"Gue nggak jadi pulang bareng lo." katamu agak sedih tapi juga menunjukkan gelagat aneh. Gembira sekaligus sedih yang muncul secara bersamaan sehingga menimbulkan ekspresi yang.. Entah apa namanya.

Aku kecewa. Kesal? Tentu saja. Ingin sekali ku maki-maki seseorang di seberang sana yang telah menelponmu dan menggagalkan acaraku.
"Kenapa?" Ku munculkan pertanyaan retorika untuk menyamarkan rasa sedih yang membludak dalam jiwa.
"Mmm.. Aku udah dijemput. Hehehe.." Dan pancaran bahagia yang terpancar dari kedua matamu membuatku sedikit melemah. Amarahku yang tadinya memuncak pun redam sedikit demi sedikit.

Baiklah, untuk kali ini akan kurelakan acara ini gagal.“Sama siapa?” Aku cukup penasaran juga dengan seseorang di seberang sana yang telah membuatmu seperti ini.

“Ada deeeehhh..” Jawabmu penuh rahasia sambil mengedipkan sebelah mata. “Ntar juga tau kok..” Wajahmu semakin terlihat berseri-seri. Dan hati ku pun semakin tak karuan.


*****




Cemburu.

Sepertinya perasaan itulah yang sedang ku alami sekarang. Perasaan marah, panas, kesal, sedih, yang bercampur menjadi satu dalam satu waktu yang menimbulkan satu perasaan baru yang bernama, CEMBURU.

Kamu melambaikan tangan ketika sosok jangkung itu melangkah disepanjang pinggir pantai sambil celingak-celinguk seperti mencari seseorang. Kamu.

Pemuda itu memang cukup menarik dengan gestur tubuh seperti Ade Ray. Sepertinya tak separah itu juga. Ok, kulit sawo matang seperti para peselancar.

Sepertinya itu lebih cocok. Kamu berlari pelan ke arahnya, merangkulnya, lalu bercipika cipiki dengannya dan menyeretnya ke hadapanku dengan jemari kalian saling bertautan satu sama lain.



*****


Dan aku pun tersadar dari ketidaksadaranku slama ini. Sepertinya cinta seperti ini hanya cukup sampai di sini saja. Karena cinta ini salah. Karena cinta ini telah melenceng dari tempat semestinya. Dan karena cinta ini hanya akan merusak segala sesuatu yang sudah tertata rapi. Aku, kamu, persahabatan kita, dan mungkin saja keluargaku.

“Kita duluan ya..” Pemuda yang kamu perkenalkan sebagai pacar barumu itu tersenyum hangat.

“Makanya, cari cowok dong! Biar nggak kesepian gitu.” Bisikmu pelan sambil tersenyum lebar, kemudian berjalan menjauh mengikutinya. Meninggalkanku yang masih terpaku ditempatku.


THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar