Sabtu, 26 Maret 2011

LOVE! LOVE! LOVE!

Harusnya di saat-saat kritis gini saya belajar. Tapi, entah kenapa godaan untuk menulis itu selalu saja datang. Dan akhirnya saya kalah telak oleh sebuah nafsu untuk mencoba menulis lebih dan lebih baik lagi.

Hmm.. Saya merasa cerpen ini sepertinya masih banyak kekurangan dan  kesalahan. Tapi saya juga bingung kesalahnnya ada di mana. Untuk itu saya mohon komentar dan sarannya. :)

Ok. LET'S CEKIDOT!

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dulu aku tak pernah mengenal apa itu cinta. Hingga dia datang dan memperkenalkan perasaan itu kepadaku. Perasaan yang amat sangat bisa membuatku bahagia sekaligus kacau setengah mati.

"Gue Valen, anak IX B." Pemuda jangkung di hadapanku itu mengulurkan tangan kanannya sembari menyunggingkan senyum.

"Reina." Aku menjabat tangannya.

"Lo suka nulis puisi?"

"Eh? Mmm.. Ya." Aku sedikit gugup. Kemudian segera menyembunyikan lembaran puisi yang ada di tanganku ke belakang punggung. "Lo sendiri?"

"Fotografi." Valen menunjuk beberapa foto yang terpajang di atas mading.



"Itu karya lo?"

"Ya. Jelek ya? Masih banyak kekurangan."

"Keren." Aku memandang foto-foto itu dengan kagum. Asli. Aku memang kagum dengan foto-foto itu.
Valen terlihat kaget dengan reaksiku.

"Setidaknya buat orang yang nggak paham soal fotografi kayak gue." Aku tersenyum malu.

Valen tertawa kecil sehingga menampakkan lesung pipit di kedua pipunya. Manis.

Sedikit demi sedikit aku mulai merasa nyaman berada di dekatnya dan berhasil menghilangkan rasa gugup yang sempat melandaku.

"Itu nama panjang kamu?" Aku menunjuk tulisan "Adrio Rivalen" yang ada di bagian bawah foto-foto itu.
"Ya. Kenapa?"

Itu adah percakapan pertamaku dengannya. Dan memori otakku masih bisa menyimpan rekaman kejadian itu dengan baik. Ya. Bahkan sangat baik.

*****

Kata orang, cinta itu perlu pengorbanan. Tapi aku masih tak pernah mengerti maksud kata pengorbanan itu. Berkorban nyawa kah? Atau mengorbankan cinta itu sendiri?

Ada juga yang bilang cinta itu perlu diperjuangkan. Lalu, yang mana yang benar? Mengorbankan atau memperjuangkan?

Ah, semakin di sini aku semakin bingung tentang cinta. Ternyata aku masih belum tahu apa-apa tentang cinta itu sendiri.

Lalu, perasaan apa yang sedang ku rasakan sekarang? Cinta kah? Atau hanya perasaan suka yang aku salah arrtikan?

"Rei! Gue lulus!" Valent tertawa lebar sambil berlari ke arahku. Wajahnya terlihat sangat berseri-seri seperti anak-anak yang lain.

Tak usah ia beri tahu pun sebenarnya aku sudah tau bahwa ia lulus.

"Selamat ya!" Akhirnya respon itu lah yang aku keluarkan.

"Lo juga kan?"

"Iya dong. Hahaha.."

"Ntar malem bisa keluar kan? Ngerayain kelulusan kita sekaligus perpisahan.”

"Hmm.. Ya." Aku berusaha tersenyum. Sungguh sakit rasanya mendengar kata 'perpisahan' itu. Walaupun aku tahu, kita tak akan benar-benar berpisah. Karena kita hanya akan terhalang oleh jarak.

"Ya udah. Ntar malem gue jemput."

Sepertinya cinta memang butuh pengorbanan. Ya. Asal dia bahagia. Aku juga akan merasakan hal yang sama.

*****

Cinta.

Ternyata tak semudah apa yang aku pikirkan dulu. Pengorbanan demi sebuah cinta itu ternyata begitu sulit dilakukan. Karena sekarang aku mendapati diriku benar-benar merasa sendiri. Dan aku baru menyadari bahwa aku tlah benar-benar jatuh cinta kepadanya ketika aku telah kehilangannya. Cinta begitu cepat menyebar dan mengisi ruang-ruang kosong di hatiku.

“Gue ikut lomba fotografi antar SMA di kota gue. Dan kalo gue menang, karya gue bakalan dipamerin..  dan mungkin gue dapat hadiah. Dan jika saat itu bener-bener terjadi, gue harap lo bisa ada di sini.”

Email singkat dari Valen sungguh mengagetkanku. Entah apa yang ada di dalam benaknya ketika menuliskan email itu. Tapi aku tak peduli karena kalimat terakhirnya benar-benar membuatku bahagia dan merasa berarti. Itu artinya dia masih membutuhkanku.

Seperti yang pernah aku katakan. Aku dan dia tak akan benar-benar berpisah. Kita masih bisa berkomunikasi. Hanya jarak yang memisahkan kita.

*****

Cinta.

Mungkin memang benar kata orang-orang itu bahwa cinta memang perlu diperjuangkan. Ya, aku akan mengejarnya. Tak akan membiarkannya berlalu seperti saat itu.

Sebuah email darinya  beberapa hari yang lalu telah membuatku menginjakkan kaki di kota ini sekarang. Email yang memberitahukan bahwa dia mendapat juara 3 diperlombaan fotografi yang pernah ia bicarakan beberapa minggu lalu.

“Kak Rei!” Teriakan itu. Aku mengenalnya. Hanya membutuhkan beberapa detik untuk mengetahui sumber suara tersebut di tengah keramaian bandara Sultan Hasanuddin. Sosok mungil dengan wajah tengil yang melambaikan tangan ke arahku. Aku langsung mengenalinya.

“Hey. Apa kabar, cubby?” aku segera memeluk gadis mungil yang telah berdiri di depanku itu.
“Baik, kakak. Tapi, sekarang bukan saatnya nanyain kabar dulu. Kak Valen udah marah-marah dari tadi di telpon. Acaranya 1 jam lagi mulai.” Ia nyerocos sambil menarik tanganku ke arah tempat parkir.

*****

“Kamu tuh nggak bisa ya sekaliii aja nggak telat?”

“Hehehe.. Sorry. Yang penting kan sekarang aku udah di sini. Lagian tadi kan kamu juga udah tau kalo pesawatnya ditunda 1 jam.” Kuberikan alasan panjang lebar kali tinggi.

“Aku tuh udah frustasi dari tadi nungguin kamu. Sampe keringat dingin. Perut mules...”

“...kepala mencret, kaki pusing.” Kupotong pembicaraannya yang mulai memanjang dan tak  jelas.

“Gue serius, Reina Pramudya!” valen menatapku tajam. Sangat tajam. Tatapan yang belum pernah

kudapatkan darinya sebelumnya dan telah berhasil membuatku kalah telak. Diam seribu bahasa.

“Aku nggak tau apa yang bakal terjadi kalo kamu nggak ada di sini. Jujur, aku butuh kamu.” Ucapannya semakin melemah.

Aku terperangah mendengar ucapan Valen. Kaget. Tentu saja. Aku belum pernah mendengar kata-kata itu secara langsung dari kedua bibirnya.

Belum selesai aku terkaget-kaget dengan ucapannya, ia segera memelukku erat. “I miss you so much, Reina.” Bisiknya tepat di telingaku.

Aku terdiam sesaat. Masih mencerna semua yang terjadi. “I miss you too, valen.” Akhirnya kata itu bisa keluar dari mulutku.

Dan ciuman yang kemudian mendarat di pipiku membuatku mengerti. Inilah cinta sesungguhya. Perlu pengorbanan dan perjuangan untuk mendapatkannya.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar