Rabu, 11 Agustus 2010

Seniman Matahari

Karena cerpen ini nggak lolos di perlombaan, maka dengan suka rela akan saya share di sini. Mohon komentarnya dari pemaca sekalian, barang kali masih terdapat banyak kesalahan, baik itu bahasa, alur cerita, cara penyampaian, dan sebagainya. Mohon di komentari ya...



----------------------------------------------------------------------------------------------------

SENIMAN MATAHARI

Karena semuanya nggak harus diungkapkan dengan kata-kata




Siang yang panas. Matahari berada tepat di atas kepala. Seorang gadis berdiri di sebuah taman sekolah tak jauh dari lapangan volly. Gadis itu melempar pandangannya jauh ke arah lapangan volly. Tatapannya jatuh pada seorang cowok bernomor punggung 39.


Jarak dari taman sekolah ke lapangan volly terbilang cukup jauh karena melewati lapangan bulu tangkis dan lapangan basket. Tapi itu sama sekali tak menghalangi pemandangan yang sedang dilihat gadis itu. Ia masih tetap bisa melihat cowok itu dengan jelas.

Gadis itu bersandar di sebuah pohon palem yang ada di taman sekolah dengan seragam biru putihnya. Kedua tangannya dilipat di depan dada. Matanya tak lepas memandangi cowok bernomor punggung 39 itu.

Cowok itu berdiri setengah berjongkok dengan kedua lengan lurus kedepan dan mengepalkan kedua tangannya. Ia bersiap untuk melakukan pashing. Sebuah bola melambung dengan cepat ke arahnya. Dengan sekali gerakan, ia berhasil menepis bola itu dan membuatnya berbalik arah. Gadis itu tersenyum melihat permainan sang cowok. Ia terkesima melihatnya.

-000-

Sore yang cerah. Awan-awan hitam tak berani menampakkan dirinya. Matahari terlihat ingin segera pergi meninggalkan langit dengan sejuta keindahannya.

Kelly duduk diatas kursi di balkon rumahnya yang bernuansa putih yang menghadap ke utara. Ia menghadap ke arah barat, arah matahari terbenam. Di depannya sudah tersiap sebuah kanvas dan cat warna-warni, tangannya menggenggam sebuah kuas. Ia memandang sebentar ke arah matahari lalu tersenyum manis. Sedetik kemudian jari-jari lentiknya telah menari-nari di atas kanvas putih. Membuat beberapa garis yang tersusun rapi dan indah hingga elok untuk dipandang.

Tak lama, saat matahari benar-benar hampir tenggelam, Kelly menghentikan aktifitasnya, kemudian menatap jam di tangannya. Dipandanginya jalan depan rumahnya, orang yang ia tunggu tak juga muncul dari ujung jalan. Kemudian, ia mengarahkan pandangannya ke arah Rumah yang berada tepat di seberang rumahnya. Rumah bernuansa biru langit yang sejuk. Tak pula menunjukkan adanya tanda-tanda dari orang itu.

Kelly menghela nafas panjang. Ia merasa sedikit kecewa. Penantiannya kali ini terasa agak sia-sia. Ia berusaha untuk merasa tak perduli dan memutuskan untuk meneruskan aktifitasnya.

-000-

Ares baru saja selesai berlatih volly di lapangan kompleks bersama teman-teman sebayanya. Ia pulang dengan menumpang sepeda BMX milik Kevin, sahabatnya. Walaupun sepeda itu memang tak mempunyai boncengan. Tapi cukup dengan Ares berdiri di atas footstep yang yang ada di ban belakang Sepeda Kevin. Ares turun di depan pagar rumahnya yang sederhana dan asri.

"Thanks, Vin. Besok-besok gue nebeng lagi ya? Haha.." Ucap Ares sambil tertawa lebar pada Kevin saat ia baru saja turun dari sepeda milik Kevin.

"Enak aje. Capek gue ngayuh sepedanya. Iya kalo lo bayar! Lha ini?? Gratisan mulu." Kevin membalas sewot.

"Tenang! Masalah bayar mah, gampang. Cuma seceng kan?" Ares tertawa lagi yang segera disusul dengan wajah cemberut Kevin.

Seorang Gadis yang tengah duduk di balkon atas rumahnya tersenyum ketika melihat mereka berhenti dan tertawa-tawa di pinggir jalan. Ia lega karena merasa penantiannya yang sejak tadi tak sia-sia.

Ares dak Kevin mengobrol dan tertawa-tawa di pinggir jalan depan rumah Ares. Mereka tak merasa bahwa ada seorang gadis yang memperhatikan tingkah laku mereka sejak tadi.

Karena hari sudah semakin petang dan langit yang tadinya biru telah berubah warna menjadi kemerahan, Kevin segera berpamitan pada Ares untuk segera pulang. Kevin lalu mengayuh sepedanya menuju rumahnya yang terletak tak terlalu jauh dari rumah Ares.

Ares memandangi punggung Kevin yang bergerak menjauh hingga menghilang di tikungan jalan. Ia menarik nafas sejenak,lalu mengalihkan pandangannya menuju ke sebuah balkon Rumah yang berada tepat di depan rumahnya. Dilihatnya seorang gadis tengah duduk di sana dengan tangan yang memegang kuas. Gadis itu sedang melihat ke arahnya sambil tersenyum. Senyum termanis yang pernah ia lihat. Ares membalas senyum itu dengan senyuman ‘Yang menurutnya’ paling manis yang pernah ia miliki.

Gadis itu tak menyadari bahwa orang yang sedari tadi diperhatikannya ternyata melihatnya. Baru setelah senyuman yang terpancar dari wajah orang itu muncul, ia segera sadar dan kembali beraktivitas dengan perlatan melukisnya untuk menyembunyikan rasa malunya.

-000-

Kelly sedang menyantap makanannya di ruang makan keluarga ketika bel pintu rumahnya berbunyi. Ia masih dengan santainya melahap makanannya karena merasa orang yang datang itu tak ada kepentingan dengannya. Sebaliknya, Kakak laki-laki satu-satunya, Dicky, yang baru mulai makan segera berdiri dari tempatnya dan berjalan ke arah pintu.

Setelah selesai makan, kelly segera mengambil tempat duduk di shofa depan televisi dan menyalakannya. Tiba-tiba seorang cowok berambut spike dan bertubuh tinggi mulcul di hadapannya dengan membawa sebuah kado yang segera mengalihkan perhatiannya dan membuat perasaannya bercampur aduk.

-000-

Bulan malam ini terlihat begitu indah di mata Ares. Ia sedang duduk di bangku halaman belakang rumahnya ditemani gitar kesayangannya dan kertas-kertas dan pulpen yang ada di sampingnya. Entah karena apa ia tersenyum-senyum sendiri sejak tadi. Mungkin karena seulas senyuman dari gadis itu.

Setahun sudah semenjak ia resmi pindah ke kota ini dan bertetannga dengan gadis itu. Setahun sudah pula ia menunggu untuk berkenalan langsung dengan gadis itu dan memiliki banyak kesempatan dengannya, melihat senyumnya, dan mengobrol banyak dengannya. Selama ini ia hanya bisa melihat gadis itu dari jauh, walaupun gadis itu satu sekolah dengannya. Bahkan mengetahui nama gadis itu saja, ia harus bertanya pada temannya. Dan baru kali ini ia dapat kesempatan untuk melihat senyum gadis itu. Senyuman yang tak pernah hilang dari ingatannya.

Suatu perasaan muncul di dalam hatinya. Saat ini ia harus berpkir lebih dewasa. Ia harus melawan rasa takutnya terhadap penolakan cinta. Mungkin dulu memang ia pernah ditolak, tapi sekarang bisa saja berbeda. Tiba-tiba banyak ide muncul dari kepalanya, mengalir begitu saja. Ia segera mengambil kertas dan pulpen yang ada di sampingnya dan mulai menulis hingga larut.

-000-

SENIMAN MATAHARI
Untukmu..
Seniman matahariku

Aku bukan seseorang yang pandai merangkai kata
Yang menjadikannya bait-bait indah
Yang menjadikannya enak untuk dibaca

Aku hanya seseorang yang biasa
Yang mengagumimu lewat kata-kata
Yang mencintaimu lewat senyuman indah

Kamu..
Seniman matahari..
Yang slalu kutemui saat terbit dan terbenamnya matahari
Dengan kanvas dan cat warna warni

Kamu..
Seniman matahari..
Yang senantiasa menunggui matahari
Duduk manis di balqon rumah bercat putih
Dengan senyuman yang memikat hati

By: A.B.S.

Kelly tersenyum ketika selesai membaca puisi yang tertempel di mading sekolahnya itu. Ia merasa sebagian dirinya ada dan hidup dalam puisi itu. Tapi ia tak ingin membenarkannya, ia tak ingin berkhayal terlalu tinggi lalu akhirnya terjatuh. Perasaannya kembali bercampur aduk.

-000-

Ares tersenyum ketika menyadari ada wajah yang tak asing di antara puluhan siswa yang memenuhi pinggir lapangan volly untuk menonton final pertandingan volly antar smp yang diadakan setahun sekali itu. Wajah yang selalu ia kagumi.

Karena terlalu senang dan semangat, Ares selalu melihat dan tersenyum pada Kelly setiap ia selesai mencetak poin. Kelly pun merasa sangat senang ketika mendapatkan senyuman dari Ares. Ia pun membalas senyum itu. Walaupun kadang ia ragu apakah senyuman itu untuknya.

Dan saat kurang 4 poin sebelum timnya menang, Ares kembali melihat ke jajaran penonton untuk memastikan bahwa sosok manis itu masih ada di sana. Saat itu pula sebuah bola melambung tepat ke arahnya dengan kecepatan tinggi. Ares tak menyadari itu hingga bola itu benar-benar menghantam kepalanya. Ia langsung terduduk lemas di tengah lapangan sambil memegangi kepalanya.

Kelly yang saat itu melihat kejadian yang menimpa Ares. Ia merasa kasihan pada Ares, tapi sekaligus merasa geli. Ia menahan tawanya sambil menutupi mulutnya.

Melihat insiden itu, teman-teman tim Ares segera mengerubungi Ares dan menanyakan keadaannya.

"Lo nggak papa kan, Res?" Tanya ibam, teman 1 tim ares.

"Gak papa. Cuman sakit dikit." Jawab Ares lemas.

"Gak sampe amnesia kan, Res?" Tanya Kevin dengan nada yang dibuat sekhawatir mungkin.

"MONYONG! Temen kena musibah malah digituin." Balas Ares sebal. Kevin langsung tertawa lebar.

"Udah yok! Maen lagi. Wasitnya udah manggil tuh." Kata teman ares yang lain mengingatkan.

Ares lalu berdiri dan menempati posisinya untuk melanjutkan permainan. Seketika itu ia menyadari bahwa Kelly sudah tidak ada di tempatnya. Pertandingan berlansung dengan cepat, dan tim Ares mendapatkan juara 1.

-000-

Kelly kaget saat mendapati seorang cowok yang sangat ia kenal berdiri di depan kap mobil warna merah yang terparkir di depan pagar sekolahnya. Cowok itu tersenyum padanya. Ia membalas dengan wajah kesal dan tak menganggapnya.

"Kamu ngapain di sini?" Tanya Kelly saat cowok itu telah ada di sampingnya.

"Ya jemput kamu donk. Masa’ mau ngapelin guru?" Jawab cowok itu setengah bercanda.

"Ngapain pakek acara ngejemput aku segala?" Tanya Kelly lagi. Tak puas akan jawaban yang diberikan cowok itu.

"Ya aku gak tega aja ngebiarin kamu berdesak-desakan di bus. Ntar tangan sama kaki kamu lecet-lecet lagi."
"Emang kamu peduli sama aku?"

Cowok itu menarik nafas. "kesimpulannya, kamu mau ikut aku apa enggak?" cowok itu bertanya. Capek.
"Nggak." Jawab Kelly simple tapi sangat mantap sambil melipat tangannya di depan dada. Kemudian memalingkan wajahnya.

"Ya udah." Cowok itu kemudian memakai kacamatanya yang ia selipkan di kerah kemejanya dan melangkah pergi. Baru sekitar lima langkah, ia berhenti. Lalu menengok ke arah Kelly dan melepas kacamata hitamnya.
"Oh iya, tadi mas Dicky telphon aku. Katanya dia nggak bisa jemput kamu hari ini. Ada rapat mendadak di kampus."

Wajah Kelly berubah kesal. Melihat reaksi Kelly, cowok itu meneruskan kata-katanya. "Tadi dia udah nelphon ke hp kamu. Tapi katanya gak aktif." Kelly segera mengecek handphonenya di dalam tas. Benar saja, hpnya mati total.

Cowok itu kembali memakai kacamata hitamnya, kemudian melangkah meninggalkan Kelly dengan kebingungannya. Kelly berpikir keras. Ia tak ingin berdesak-desakan di bus. Pada akhirnya ia harus mengalah pada egonya dan mengeluarkan kata itu juga. "Des! Tunggu!" Teriaknya pada cowok itu, Desta. Dan yang di panggil segera menghentikan langkahnya lalu tersenyum samar.

Kelly segera berlari ke arah Desta dan berhenti tepat di belakangnya. Desta yang menyadari kehadiran gadis itu dan segera berbalik arah. "kenapa?" tanyanya dengan nada tenang.

Kelly menegakkan tubuhnya, menarik nafas panjang kemudian berkata "Aku ikut kamu".

Desta terdiam sejenak, kemudian tersenyum pada Kelly-Senyuman yang entah kenapa selalu bisa membuat kelly merasa damai- lalu mengacak-acak rambut Kelly pelan dan menggandeng tangan kiri gadis itu menuju mobil merah miliknya.

Ares melihat kejadian mesrah itu dari jauh. Hatinya mulai terasa panas. Padahal siang itu ia ingin sekali mengobrol dengan Kelly dan mengajaknya pulang bareng dengan motor barunya. Tapi keinginan itu akhirnya pupus. Dan membuatnya memilih membonceng Kevin karena sepeda BMX miliknya harus masuk ke bengkel setelah insiden yang menimpanya.

-000-

Malam itu Kelly pergi dinner bersama Desta. Ia mengenakan longdress warna cream dengan motif bunga-bunga. Serasi dengan warna kulitnya yang putih. Rambutnya yang panjang dan bergelombang dibiarkan terurai dengan indah. Membuatnya semakin terlihat manis. Sedangkan Desta memakai celana pensil dengan paduan kemeja kotak-kotak lengan panjang warna putih. Membuatnya semakin terlihat keren dengan penampilannya yang simple.

Di dalam mobil, mereka hanya saling diam tanpa sepatah katapun. Mereka larut dalam pikiran mereka masing-masing.

Di kafe yang terletak di lantai dua itu, mereka duduk berhadapan dan mengobrol panjang. "Kamu udah berubah banyak. Jadi lebih pendiem." Kata Desta mengawali pembicaraan mereka setelah selesai memesan makanan.

"Buat apa lagi kamu balik ke sini?" Tanya Kelly seakan tak perduli dengan omongan Desta sebelumnya.
"Aku balik ke sini cuma buat kamu." Kata Desta meyakinkan. Matanya menatap dalam-dalam ke mata Kelly. "Maafin aku soal yang dulu."

Kelly tersenyum kecut. "Maaf? Kamu pikir dengan cara maaf semuanya bisa kembali normal?" Desta terdiam mendengar kalimat itu. Kelly menarik nafas, lalu melanjutkan kalimatnya. "Dua tahun lebih kamu ninggalin aku tanpa kejelasan. Dua tahun lebih aku berusaha untuk bangkit dari keterpurukan. Dan sekarang kamu balik dan cuma bilang maaf?" Kelly berusaha menahan tangisnya.

Desta menggenggam tangan kiri kelly di atas meja, mencoba memberikan kekuatan dan untuk menetralisasikan perasaan kelly agar emosinya tidak meluap-luap. "Kell, aku tahu waktu itu aku emang salah sama kamu. Ninggalin kamu tanpa kabar dan kejelasan tentang hubungan kita." Ucapnya lirih. "Banyak hal yang nggak kamu tahu. Dan aku pengen ngejelasinnya sekarang."

Desta menjelaskan semua yang terjadi di masa lalu pada Kelly. Tentang kenapa saat itu ia pergi. Kelly hanya mendengarkannya dengan perasaan bersalah. Selama ini ia hanya mengandalkan emosinya tanpa mau tahu penjelasan orang lain.

-000-

Ares sedang berdiri di samping jendela kamarnya, memandangi langit malam. Ia teringat cowok yang tadi siang bersama Kelly. Ia tak pernah melihat cowok itu sebelumnya, bahkan selama ia tinggal di kota ini.
Ares teringat harmonika milik Kelly yang-mungkin-sengaja dibuang. Ia lalu menghampiri meja belajarnya. Dibukanya laci no. 1 dari meja itu dan mengambil sebuah kotak yang ada di dalamnya. Ia membuka kotak yang berisi harmonika itu.

Ares kembali ke samping jendela dengan sebuah harmonika di tangannya. Lama ia memandangi harmonika itu, lalu memainkannya pelan dengan perasaan canggung. Ia belum pernah memainkan harmonika sebelum ini.
Permainannya berhenti ketika mendengar suara mobil berhenti. Matanya langsung menatap ke arah jalan, arah mobil itu berhenti. “Itu kan mobil cowok yang tadi siang,” pikir Ares. Benar saja, tak lama cowok itu turun dari pintu kemudi, kemudian berjalan ke arah pintu penumpang dan membukakan pintu. Kelly keluar dari pintu itu. Mereka terlihat bercakap-cakap sebentar.

"Makasih buat malam ini. Makasih juga udah mau maafin aku." Ucap Desta sambil menggenggam kedua tangan Kelly. Kelly hanya membalasnya dengan tersenyum.

"Aku masih sayang sama kamu." Ucap desta lagi kemudia mengecup kening Kelly pelan.
Ares shock melihat kejadian itu. Hatinya hancur. Ia langsung menutup jendela kamarnya, dan berjalan menuju tempat tidur.

Di tempat tidurnya, Ares hanya berbaring menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong. Ditangannya masih ada harmonika itu. Ia berpikir keras. Siapa cowok itu? Apa dia pacar kelly? Tapi kenapa selama ini ia tak pernah melihatnya? Kenapa saat ia telah berhasil mengumpulkan keberanian, cowok itu malah datang dan menghancurkan semuanya?

Ares menarik nafas pelan. Dadanya terasa sesak. Terlalu banyak hal yang ia pendam dan tak pernah bisa ia keluarkan. Tiba-tiba hatinya terasa sakit. Mungkin inilah rasanya sakitnya mencintai seseorang yang tak pernah mencintainya. Ia merasa telah ditolak sebelum menyatakan perasaannya.

-000-

Satu bulan sejak kejadian yang ia lihat malam itu, Ares memutuskan untuk tidak lagi berharap besar pada Kelly. Ia ingin melupakan gadis itu, mengubur dalam-dalam perasaannya terhadap gadis itu.

Ares mulai menyibukkan diri dengan cara berlatih keras dengan tim vollynya, belajar dengan giat untuk persiapan ujian nasional, atau kadang-kadang jalan dengan Neta, teman sekelasnya yang slama ini menyukainya. Ares selalu menghindari pertemuan dengan Kelly, ia tak pernah lagi melakukan kegiatan lari pagi. Jika pulang dari berlatih volly, ia selalu pulang setelah matahari terbenam.

Kevin tahu apa yang menyebabkan sahabatnya itu berubah. Tapi, ia sama sekali tak ingin menganggu rutinitas baru sahabatnya itu. Mungkin cuma itu satu-satunya jalan untuk menenangkan hatinya. Sampai pada suatu hari, saat dilangsungkannya pameran lukisan hasil karya siswa ekskul seni rupa.

“Res, lihat lukisannya anak-anak seni rupa yuk!” Ajak Kevin pada Ares yang saat itu sedang mengerjakan tugas matematikanya di kelas.

“Lo aja dech. Tugas gue belum selesai nih.” Tolak Ares.

“Yah, nggak asik lo, man! Lagian itu tugas kan bisa diselesaiin ntar. Ntar gue kasih contekan dech.”  Kevin mencoba membujuknya.

“Ya udah. Gue temenin. Tapi bentar aja ya?” Akhirnya Ares mau menerima ajakan Kevin.

“Siiiip.”

Mereka langsung menuju ke tempat diadakannya pameran. Melihat-lihat lukisan-lukisan yang terpajang indah di sana sambil terkagum-kagum. “Weh.. Keren mampus nih lukisan!” Ucap Kevin saat melihat lukisan pantai yang ada di hadapannya. Sedangkan Ares hanya diam sejak masuk ke tempat itu. Melihat lukisan-lukisan itu, Ares jadi teringat seseorang yang belakngan ini berusaha ia lupakan, Kelly.

Kevin lalu berkeliling melihat-lihat lukisan lain. Ia berhenti pada sebuah lukisan seorang cowok yang sedang bermain volly. Cowok dalam lukisan itu membelakanginya, tidak menampakkan wajahnya. Kevin seperti mengenal orang dalam lukisan itu. Dilihatnya lagi lukisan itu dengan teliti, terlihat nomor punggungnya yang tak terlalu jelas tapi cukup bisa di baca, 39. Tidak salah lagi. Kevin segera memanggil Ares yang berada tak jauh darinya.

“Apa?” Tanya Ares kemudian melangkah ke arah Kevin. Ia terdiam saat melihat lukisan yang juga dilihat Kevin. Kaget. “Kok gue kayak kenal ya sama nih cowok?” Ucapnya sambil melihat ke arah Kevin.
“Ya iyalah. Itu kan elo!” Jawab Kevin sekenanya.

“Masa’ sih?” Tanya kevin masih tak percaya. Ia kemudian melihat lukisan itu sekali lagi. Benar juga, rambut lurusnya, tubuh atletisnya, dan nomor punggung 39 itu. Kemudian ia segera mencari nama pelukisnya. Di pojok kanan bawah ia menemukan sebuah inisial ‘K.M.’ dan ia segera teringat nama panjang Kelly, ‘Kelly Monica.’ Banyak pertanyaan yang memenuhi kepalanya. Mungkinkah pikirannya selama ini salah? Mungkinkah kelly mempunyai perasaan yang sama dengannya? Dan mugkinkah lukisan ini adalah cara untuk mengungkapkan perasaannya?

“Vin, lo tadi liat Kelly nggak?” Tanyanya Ares tiba-tiba pada Kevin.

“Enggak. Belakangan ini gue nggak pernah liat dia di sekolah. Emang kenapa sih?” Kevin bingung mendengar pertanyaan Ares yang tiba-tiba itu.

“Gue perlu ngomong sama dia.”

Ares dan Kevin langsung menanyai teman sekelas Kelly. Menurut informasi, Kelly sudah 2 minngu tidak masuk dan tidak ada yang tahu alasannya. Mengetahui itu, mereka segera meluncur menuju rumah Kelly setelah pulang sekolah. Dan ternyata, pembantu Kelly memberi tahu bahwa Kelly ada di rumah sakit. Mereka kemudian menuju rumah sakit tempat Kelly di rawat. Tapi terlambat, saat mereka tiba, Kelly sudah pergi untuk selamanya.

Ternyata Kelly sudah lama menderita kanker hati. Selama ini ia telah berusaha bertahan melawan penyakitnya, dan sekarang ia telah kalah. Cowok yang sering bersamanya adalah mantan pacar Kelly. Dulu Kelly mencintainya, tapi setelah bertemu dengan Ares semuanya berubah.

Ares tak dapat menahan air matanya. Ia telah kehilangan orang yang sangat ia sayang. Ia sadar, inilah rasa sakit yang sebenarnya. Mencintai seseorang tanpa pernah bisa mengungkapkannya. Penyesalan hadir dalam setiap tetes air matanya. Seharusnya dari dulu ia mengungkapkan perasaannya, seharusnya dari dulu pula ia menyingkirkan rasa takutnya terhadap penolakan. Tapi sekarang, menyesalpun sudah tak ada gunanya. Gadis itu telah pergi untuk selamanya.

~TAMAT~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar